CD Skripsi
Tinjauan Yuridis Penetapan Calon Terpilih Anggota Legislatif Pada Pemilu 2009 Pasca Dikeluarkannya Putusa Mahkamah Konstitusi Nomor 22-24/PUU-VI/2008
Gerakan reformasi berhasil menjebol sakralisasi Undang-Undang Dasar 1945 sekaligus membuka pintu untuk melakukan amandemen terhadap Undang-Undang Dasar 1945. Diantaranya, pengaturan sistem Pemilu yang dulu tidak diatur, sekarang dimuat dalam Pasal 22E Undang-Undang Dasar 1945. Kemudian lahirlah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD. Namun, ada pihak-pihak yang merasa hak konstitusionalnya dirugikan oleh keberadaan beberapa pasal dalam Undang-Undang tersebut. Salah satunya pasal 214 yang menyatakan bahwa penentuan Caleg berdasarkan BPP dan nomor urut.
Jenis Penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum normatif, yaitu penelitian yang dilakukan terhadap asas-asas hukum dan taraf sinkronisasi hukum. Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif dengan menarik kesimpulan secara deduktif yaitu menarik kesimpulan dari hal-hal yang bersifat umum kepada hal-hal yang bersifat khusus.
Yang menjadi rumusan masalah pada penelitian ini adalah apa alasan hukum hakim konstitusi mengeluarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22-24/PUU-VI/2008, bagaimana implikasi hukum yang timbul akibat dikeluarkannya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22-24/PUU-VI/2008 terhadap Pemilu Legislatif.
Alasan hukum hakim Konstitusi mengeluarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22-24/PUU-VI/2008 adalah bahwa ketentuan Pasal 214 huruf a, b, c, d, dan e UU No. 10/2008 adalah inkonstitusional karena bertentangan dengan makna kedaulatan rakyat, dan dikualifisir bertentangan dengan prinsip keadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945; dari dimensi politik, Indonesia menganut sistem Pemilu langsung, dan dasar filosofi setiap pemilihan untuk menentukan pemenang adalah berdasarkan suara terbanyak. Adapun implikasi hukum yang timbul akibat dikeluarkannya putusan Mahkamah Konstitusi tersebut adalah a) terhadap UU No. 10/2008, Pasal 214 huruf a, b, c, d, dan e UU No. 10/2008 dinyatakan bertentangan dengan UUD dan oleh karena itu tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat; b) terhadap Pemilu Legislatif, terwujudnya rasa keadilan bagi setiap warganegara sehingga Pemilu yang Jurdil diharapkan akan tercapai; c) terhadap pengaturan tekhnis Pemilu Legislatif dengan suara terbanyak, KPU mengeluarkan Peraturan KPU No. 15/2009 dan Peraturan KPU No. 26/2009 yang akan mengatur tekhnis Pemilu Legislatif.
Sebaiknya dilakukan revisi terbatas atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008, khususnya terhadap Pasal 214 yang mengatur tentang mekanisme pemberian kursi yang mengakomodir pemberian kursi pada para Caleg pasca Putusan Mahkamah Konstitusi yang menetapkan Pemilu legislatif berdasarkan suara terbanyak, agar Pemilu legislatif dapat berjalan dengan Prinsip demokrasi sehingga akan menghasilkan Pemilu yang Jurdil.
Tidak tersedia versi lain